Senin, 20 Mei 2013

Tanda-Tanda Orang Beriman Oleh: Aditya Bayu Anggara

Tanda-Tanda Orang Beriman
Oleh: Aditya Bayu Anggara

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbil aalamina wassholatu wassalamu alaa ashrofil ambiya i wal mursalina wa alaa alihi washohbihii ajma’ina amma ba’du
            Puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga sampai saat ini kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal afiyat.
            Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berdiri disini untuk menyampaikan sedikit tausiah mengenai tanda-tanda orang beriman.
            Kawan-kawan muslimin muslimah yang berbahagia,
            Gajah diburu orang karena gadingnya, rusa menjadi indah karena tanduknya, dan badak dikejar orang karena culanya. Gajah yang tak bergading, rusa yang tak bertanduk bahkan badak yang tak bercula, segera kehilangan keindahannya. Demikian kalau ini kita pindahkan kedalam nila-nilai keimanan. Orang yang beriman dikenal karena ia punya ciri, punya tanda. Apa tandanya? Al-Anfal ayat 2 dan 3 menjelaskan itu.
            Innamal mukminun...  sesungguhnya yang benar-benar dinamakan orang beriman itu. Siapa mereka?
            Pertama, alladzina idza dzukkirallahu wajilat kulubuhum. Apabila disebut nama Allah bergetar hatinya. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya. Bagaimana ini bisa terjadi?  Dalam hidup, Allah memberikan satu hati kepada kita. Dihati yang cuma satu itu terkumpul berjuta rasa. Apa yang mengambil tempat terbesar dihati kita, itulah yang kalau disebut akan menggetarkan hati kita. Jadi kalau hati sepenuhnya, sebagian besar diisi harta, sebagian besar diisi jabatan, sebagian besar diisi dengan segala macam yang lain. Itu yang akan buat dia bergetar. Orang-orang yang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya, menggetarkan hatinya. Dari sini timbul sikap etika otonom, sekarang inipun ditekan orang,
            Hei, kamu korupsi ya?
            Biar aja.          
            Orang kan tau!
            Nggak apa-apa.
            Tuhan kan tau!
            Biarin, Tuhan tahu aja nggak ribut. Tapi kalau orang tahu, tiga orang saja tahu sudah ribut sudah geger.
            Tuhan nggak ribut katanya. Bagaimana mau menggetarkan hati seperti itu. Orang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah, sehingga saat disebut nama Allah bergetar dan pada gilirnya sanggup menggetarkan hati orang lain. Bukankah pada suatu saat ketika Rasul sedang tidur, datang orang kafir bernama Daksur menghunus pedang.
            Muhammad, kalau saya tebas batang lehermu siapa yang akan menolongmu sekarang?
Dengan tenang dan tegar Rasul menjawab : Allah yang akan menolong saya.
Mendengar nama Allah, Daksur gemetar, pedang jatuh diambil oleh Rasul.
Kalau sekarang saya balikkan pedang ini kelehermu, siapa yang akan menolongmu Daksur?
Ndak ada ya Rasul kecuali kalau kau mau memaafkan saya.
Diberikan pedang itu oleh Rasul. Jangan ulangi lagi perbuatanmu.
Dua sisi yang dapat diambil dari cerita ini. Pertama, bagaimana Rasul dengan mudah memaafkan orang yang nyata-nyata mau menghabisi jiwanya. Yang kedua, kalimat Allah yang diucapkan oleh Rasul yang batinnya bersih mampu menggetarkan hati Daksur. Menggetarkan hati orang lain.
            Yang kedua, wa idza dzuliyat alaihim ayatuhu zahadatum iimana. Orang beriman itu, kalau dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, bertambah keimanannya. Apa ayat-ayat Allah itu? Tanda-tanda Allah. Ada berapa ayat-ayat Allah itu? Ada dua. Pertama , ayat yang terucap oleh Allah, biasa kita sebut wahyu dan yang kedua, ayat yang tercipta oleh Allah yaitu alam semesta jagad raya ini. Adapun orang-orang yang beriman, melihat ayat Allah yang tercipta, membaca ayat Allah yang terucap, semakin bertambah imannya. Dia berdiri di tepi pantai, bukan main lautan luas terhampar biru membentang, ombak menghempas dari hilir ketepian. Kalau lautan saja begini hebat, apalagi yang bikin laut. Allahu Akbar, dia tidak memuji laut tapi dia memuji yang bikin itu laut. Bukan main gunung begitu tinggi menjulang ke angkasa, kalau gunung saja begini hebat, apalagi yang bikin gunung. Bukan main otak manusia, dengan ilmu dan teknologi nyaris tidak ada lagi yang menjadi rahasia dalam kehidupan ini. Kalau otak saja begini hebat, apalagi yang bikin otak. Dia tidak memuji otak, dia memuji yang bikin otak.
            Apapun yang dia saksikan, dia kembali kepada, rabbanaa maa khalaq tahadza baatila. Tuhan tidak satupun yang kau ciptakan ini yang sia-sia. Baik ayat Allah yang tercipta, alam semesta jagad raya, baik ayat Allah yang terucap, wahyu ini. Keduanya kalau dibacakan semakin menambah keimanannya. Kita pandai membaca ayat Allah yang terucap, sering kita hatam Al-Qur’an tapi kita kurang pandai dalam membaca ayat yang tercipta oleh Allah. Bumi ini ayat Allah, baca! Ada minyak, ada gas, batu bara, bagaimana membaca bumi? Pake ilmu geografi. Angkasa luar ayat Allah, baca! Bagaimana membaca angkasa luar? Dengan ilmu astronomi. Laut itu ayat Allah, ada minyak lepas pantai, ada mutiara, ada kekayaan-kekayaan didasar laut, baca! Bagaimana membacanya, pake ilmu oceanografi. Hasil dari kajian ini rabbanaa maa khalaq tahadza baatila semua yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia, semua ada manfaatnya. Semakin dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya semakin bertambah keimanannya. Kajiannya kepada alam semesta makin mendekatkan dia kepada Allah SWT.
            Yang ketiga, wa alaa rabbihim ya tawakkalun orang yang beriman itu berserah diri kepada Allah. Berserah diri artinya menyerahkan apa yang telah dilakukannya itu kepada Allah. Bukan belum-belum sudah terserah Tuhan saja, terserah Tuhan saja, bukan seperti itu. Tawakal itu bukan fase pertama, fase terakhir. Bekerja sebagaimana mestinya, bekerja secara profesional, pake teknologi yang sebaik-baiknya, setelah itu baru wa alaa rabbihim ya tawakkalun berdoa, mohon kepada Allah baru berserah diri kepada Allah sepenuhnya. Kalau dia berhasil dia tidak lupa diri, kalau dia gagal dia tidak putus asa. Bukan lalu kita jadi apatis, bukan lalu kita sebelum apa-apa kita terserah Tuhan, tidak! Wa alaa rabbihim yaa tawakkalun menyerahkan segala hasil usahanya kepada Allah SWT. Dari situ dia husnudzon, baik sangka kepada Allah. Kalau gagal cuma tertunda, kalau berhasil tidak lupa daratan. Dan husnudzon ini penting sebab kalau tidak kita, buruk sangka saja kita. Saya kan shalatnya rajin tapi rejeki kok seret bener sih, saya kan puasanya nggak bolong-bolong tapi kok udah mau lebaran nggak dapet THR sih.
            Ada seorang petani, selesai bekerja diladang, tidur, istirahat dibwah pohon beringin. Disebelah pohon beringin ada pohon semangka. Sambil menerawang sambil berfikir petani ini
            ”Ah, Tuhan kok tidak adil, beringin yang pohonnya besar buahnya kecil, semangka yang pohonnya kecil buahnya besar. Tidak adil ini, Tuhan bukan arsitek ulung. Mestinya supaya enak dilihat, beringin yang pohonnya besar buahnya juga besar sebesar buah semangka, semangka yang pohonnya kecil buahnya juga kecil sekecil buah beringin, ah  tidak adil Tuhan ini.”
Baru dia selesai berfikir Tuhan itu tidak adil, jatuh sebutir buah beringin itu tepat menimpa di hidungnya. Dia terkejut, astaghfirullah hal adzim, kalau begitu Tuhan itu benar-benar adil. Coba kalau buah beringin sebesar buah semangka, barusan jatuh menimpa hidung saya kayak apa potongan saya sekarang.
            Ayok kita jujur, kita kan dalam hidup sering begitu, satu menit yang lalu dia masih berkata kalau Tuhan itu tidak adil, satu menit kemudian, dia sudah berkata Tuhan itu benar-benar adil. Ini perlunya baik sangka kepada Allah SWT dan disitulah perlunya tawakal itu.
            Yang keempat, alladziina yukimuunasshalat orang beriman itu mendirikan shalat. Selalu kata-kata shalat bergandeng dengan kata-kata akimisshalat, dirikan! Bukan kerjakan. Saya ingin berkata, maaf, banyak diantara kita yang sudah mengerjakan shalat tapi belum mendirikan shalat. Sebab, mendirikan shalat artinya, mengerjakan shalat secara benar cukup syarat rukunnya, selesai shalat diterjemahkan dalam kehidupan, jadi ada kontinuitas ada kesinambungan. Kalau sekedar mengucap, mengerjakan saja, ya selesai pekerjaan selesai. Habis shalat maksiat lagi, habis sholat pelitnya jalan terus, habis shalat sombongnya gak pernah hilang. Beda dengan mendirikan, saat shalat takbiratul ihrom tangannya diangkat pandanganmu kebawah, ini filosofi. Artinya apa? Artinya agar saat kau diatas kau tidak lupa dengan yang ada dibawah. Kau sudah kaya ingat sama yang miskin. Kau sudah berkuasa lindungi rakyat jelata, kau sudah jadi orang alim, bimbing yang awwam. Shalat, berdiri arahkan pandanganmu ketempat sujud, ini mendirikan bukan sekedar mengerjakan.
            Orang yang beriman itu punya sandaran vertikal. Ini yang penting punya sandaran vertikal kepada Allah saja. Kalau kita bersandar kepada tiang, tiangnya runtuh, roboh, kita jatuh, kalau kita bersandar ke orang kaya, orangnya jatuh miskin kita selesai, bersandar kita kepada jenderal, dia pensiun kita tamat. Orang yang beriman, alladziina yukimuunasshalat, dia hanya bersandar kepada Allah saja. Kalau hidup sudah mulai kita gantungkan kepada yang lainnnya bersiaplah untuk kecewa, berharap tentu, bergantung hanya kepada Allah.
            Yang terakhir, wa mimma razaknahum yunfikuun orang yang beriman ini menginfakkan sebagian dari harta yang diberikan oleh Allah dijalan Allah. Dijadikannya harta itu sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Diperbudaknya harta bukan dia menjadi budaknya harta. Cari uang tapi sudah dapat, hai uang kau sudah jadi milikku, kau harus jadi budakku jangan aku yang jadi budak kau uang. Cari harta, harta karena kau milikku kau harus jadi budakku jangan aku yang kau perbudak.
            Wa mimma razaknahum yunfikuun, saya ingin menekankan harta kita yang sebenarnya adalah harta yang sudah kita belanjakan dijalan Allah. Yang kita simpan di bank, kita simpan dirumah, kita simpan di saku, harta kita sementara, besok dia kan pindah menjadi milik orang lain. Tapi yang kita belanjakan di jalan Allah itulah harta kita yang sebenarnya. Mari kita renungkan berapa banyak harta kita yang akan jadi milik kita sebenarnya. Yaitu yang sudah kita belanjakan dijalan Allah.
            Sedikit tausiah yang telah saya sampaikan, semoga dapat menjadikan manfaat bagi kita, meningkatkan iman kita, aaaaamiin.
            Akhirul kalam,

            Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tanda-Tanda Orang Beriman Oleh: Aditya Bayu Anggara

Tanda-Tanda Orang Beriman
Oleh: Aditya Bayu Anggara

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbil aalamina wassholatu wassalamu alaa ashrofil ambiya i wal mursalina wa alaa alihi washohbihii ajma’ina amma ba’du
            Puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga sampai saat ini kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal afiyat.
            Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berdiri disini untuk menyampaikan sedikit tausiah mengenai tanda-tanda orang beriman.
            Kawan-kawan muslimin muslimah yang berbahagia,
            Gajah diburu orang karena gadingnya, rusa menjadi indah karena tanduknya, dan badak dikejar orang karena culanya. Gajah yang tak bergading, rusa yang tak bertanduk bahkan badak yang tak bercula, segera kehilangan keindahannya. Demikian kalau ini kita pindahkan kedalam nila-nilai keimanan. Orang yang beriman dikenal karena ia punya ciri, punya tanda. Apa tandanya? Al-Anfal ayat 2 dan 3 menjelaskan itu.
            Innamal mukminun...  sesungguhnya yang benar-benar dinamakan orang beriman itu. Siapa mereka?
            Pertama, alladzina idza dzukkirallahu wajilat kulubuhum. Apabila disebut nama Allah bergetar hatinya. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya. Bagaimana ini bisa terjadi?  Dalam hidup, Allah memberikan satu hati kepada kita. Dihati yang cuma satu itu terkumpul berjuta rasa. Apa yang mengambil tempat terbesar dihati kita, itulah yang kalau disebut akan menggetarkan hati kita. Jadi kalau hati sepenuhnya, sebagian besar diisi harta, sebagian besar diisi jabatan, sebagian besar diisi dengan segala macam yang lain. Itu yang akan buat dia bergetar. Orang-orang yang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya, menggetarkan hatinya. Dari sini timbul sikap etika otonom, sekarang inipun ditekan orang,
            Hei, kamu korupsi ya?
            Biar aja.          
            Orang kan tau!
            Nggak apa-apa.
            Tuhan kan tau!
            Biarin, Tuhan tahu aja nggak ribut. Tapi kalau orang tahu, tiga orang saja tahu sudah ribut sudah geger.
            Tuhan nggak ribut katanya. Bagaimana mau menggetarkan hati seperti itu. Orang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah, sehingga saat disebut nama Allah bergetar dan pada gilirnya sanggup menggetarkan hati orang lain. Bukankah pada suatu saat ketika Rasul sedang tidur, datang orang kafir bernama Daksur menghunus pedang.
            Muhammad, kalau saya tebas batang lehermu siapa yang akan menolongmu sekarang?
Dengan tenang dan tegar Rasul menjawab : Allah yang akan menolong saya.
Mendengar nama Allah, Daksur gemetar, pedang jatuh diambil oleh Rasul.
Kalau sekarang saya balikkan pedang ini kelehermu, siapa yang akan menolongmu Daksur?
Ndak ada ya Rasul kecuali kalau kau mau memaafkan saya.
Diberikan pedang itu oleh Rasul. Jangan ulangi lagi perbuatanmu.
Dua sisi yang dapat diambil dari cerita ini. Pertama, bagaimana Rasul dengan mudah memaafkan orang yang nyata-nyata mau menghabisi jiwanya. Yang kedua, kalimat Allah yang diucapkan oleh Rasul yang batinnya bersih mampu menggetarkan hati Daksur. Menggetarkan hati orang lain.
            Yang kedua, wa idza dzuliyat alaihim ayatuhu zahadatum iimana. Orang beriman itu, kalau dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, bertambah keimanannya. Apa ayat-ayat Allah itu? Tanda-tanda Allah. Ada berapa ayat-ayat Allah itu? Ada dua. Pertama , ayat yang terucap oleh Allah, biasa kita sebut wahyu dan yang kedua, ayat yang tercipta oleh Allah yaitu alam semesta jagad raya ini. Adapun orang-orang yang beriman, melihat ayat Allah yang tercipta, membaca ayat Allah yang terucap, semakin bertambah imannya. Dia berdiri di tepi pantai, bukan main lautan luas terhampar biru membentang, ombak menghempas dari hilir ketepian. Kalau lautan saja begini hebat, apalagi yang bikin laut. Allahu Akbar, dia tidak memuji laut tapi dia memuji yang bikin itu laut. Bukan main gunung begitu tinggi menjulang ke angkasa, kalau gunung saja begini hebat, apalagi yang bikin gunung. Bukan main otak manusia, dengan ilmu dan teknologi nyaris tidak ada lagi yang menjadi rahasia dalam kehidupan ini. Kalau otak saja begini hebat, apalagi yang bikin otak. Dia tidak memuji otak, dia memuji yang bikin otak.
            Apapun yang dia saksikan, dia kembali kepada, rabbanaa maa khalaq tahadza baatila. Tuhan tidak satupun yang kau ciptakan ini yang sia-sia. Baik ayat Allah yang tercipta, alam semesta jagad raya, baik ayat Allah yang terucap, wahyu ini. Keduanya kalau dibacakan semakin menambah keimanannya. Kita pandai membaca ayat Allah yang terucap, sering kita hatam Al-Qur’an tapi kita kurang pandai dalam membaca ayat yang tercipta oleh Allah. Bumi ini ayat Allah, baca! Ada minyak, ada gas, batu bara, bagaimana membaca bumi? Pake ilmu geografi. Angkasa luar ayat Allah, baca! Bagaimana membaca angkasa luar? Dengan ilmu astronomi. Laut itu ayat Allah, ada minyak lepas pantai, ada mutiara, ada kekayaan-kekayaan didasar laut, baca! Bagaimana membacanya, pake ilmu oceanografi. Hasil dari kajian ini rabbanaa maa khalaq tahadza baatila semua yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia, semua ada manfaatnya. Semakin dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya semakin bertambah keimanannya. Kajiannya kepada alam semesta makin mendekatkan dia kepada Allah SWT.
            Yang ketiga, wa alaa rabbihim ya tawakkalun orang yang beriman itu berserah diri kepada Allah. Berserah diri artinya menyerahkan apa yang telah dilakukannya itu kepada Allah. Bukan belum-belum sudah terserah Tuhan saja, terserah Tuhan saja, bukan seperti itu. Tawakal itu bukan fase pertama, fase terakhir. Bekerja sebagaimana mestinya, bekerja secara profesional, pake teknologi yang sebaik-baiknya, setelah itu baru wa alaa rabbihim ya tawakkalun berdoa, mohon kepada Allah baru berserah diri kepada Allah sepenuhnya. Kalau dia berhasil dia tidak lupa diri, kalau dia gagal dia tidak putus asa. Bukan lalu kita jadi apatis, bukan lalu kita sebelum apa-apa kita terserah Tuhan, tidak! Wa alaa rabbihim yaa tawakkalun menyerahkan segala hasil usahanya kepada Allah SWT. Dari situ dia husnudzon, baik sangka kepada Allah. Kalau gagal cuma tertunda, kalau berhasil tidak lupa daratan. Dan husnudzon ini penting sebab kalau tidak kita, buruk sangka saja kita. Saya kan shalatnya rajin tapi rejeki kok seret bener sih, saya kan puasanya nggak bolong-bolong tapi kok udah mau lebaran nggak dapet THR sih.
            Ada seorang petani, selesai bekerja diladang, tidur, istirahat dibwah pohon beringin. Disebelah pohon beringin ada pohon semangka. Sambil menerawang sambil berfikir petani ini
            ”Ah, Tuhan kok tidak adil, beringin yang pohonnya besar buahnya kecil, semangka yang pohonnya kecil buahnya besar. Tidak adil ini, Tuhan bukan arsitek ulung. Mestinya supaya enak dilihat, beringin yang pohonnya besar buahnya juga besar sebesar buah semangka, semangka yang pohonnya kecil buahnya juga kecil sekecil buah beringin, ah  tidak adil Tuhan ini.”
Baru dia selesai berfikir Tuhan itu tidak adil, jatuh sebutir buah beringin itu tepat menimpa di hidungnya. Dia terkejut, astaghfirullah hal adzim, kalau begitu Tuhan itu benar-benar adil. Coba kalau buah beringin sebesar buah semangka, barusan jatuh menimpa hidung saya kayak apa potongan saya sekarang.
            Ayok kita jujur, kita kan dalam hidup sering begitu, satu menit yang lalu dia masih berkata kalau Tuhan itu tidak adil, satu menit kemudian, dia sudah berkata Tuhan itu benar-benar adil. Ini perlunya baik sangka kepada Allah SWT dan disitulah perlunya tawakal itu.
            Yang keempat, alladziina yukimuunasshalat orang beriman itu mendirikan shalat. Selalu kata-kata shalat bergandeng dengan kata-kata akimisshalat, dirikan! Bukan kerjakan. Saya ingin berkata, maaf, banyak diantara kita yang sudah mengerjakan shalat tapi belum mendirikan shalat. Sebab, mendirikan shalat artinya, mengerjakan shalat secara benar cukup syarat rukunnya, selesai shalat diterjemahkan dalam kehidupan, jadi ada kontinuitas ada kesinambungan. Kalau sekedar mengucap, mengerjakan saja, ya selesai pekerjaan selesai. Habis shalat maksiat lagi, habis sholat pelitnya jalan terus, habis shalat sombongnya gak pernah hilang. Beda dengan mendirikan, saat shalat takbiratul ihrom tangannya diangkat pandanganmu kebawah, ini filosofi. Artinya apa? Artinya agar saat kau diatas kau tidak lupa dengan yang ada dibawah. Kau sudah kaya ingat sama yang miskin. Kau sudah berkuasa lindungi rakyat jelata, kau sudah jadi orang alim, bimbing yang awwam. Shalat, berdiri arahkan pandanganmu ketempat sujud, ini mendirikan bukan sekedar mengerjakan.
            Orang yang beriman itu punya sandaran vertikal. Ini yang penting punya sandaran vertikal kepada Allah saja. Kalau kita bersandar kepada tiang, tiangnya runtuh, roboh, kita jatuh, kalau kita bersandar ke orang kaya, orangnya jatuh miskin kita selesai, bersandar kita kepada jenderal, dia pensiun kita tamat. Orang yang beriman, alladziina yukimuunasshalat, dia hanya bersandar kepada Allah saja. Kalau hidup sudah mulai kita gantungkan kepada yang lainnnya bersiaplah untuk kecewa, berharap tentu, bergantung hanya kepada Allah.
            Yang terakhir, wa mimma razaknahum yunfikuun orang yang beriman ini menginfakkan sebagian dari harta yang diberikan oleh Allah dijalan Allah. Dijadikannya harta itu sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Diperbudaknya harta bukan dia menjadi budaknya harta. Cari uang tapi sudah dapat, hai uang kau sudah jadi milikku, kau harus jadi budakku jangan aku yang jadi budak kau uang. Cari harta, harta karena kau milikku kau harus jadi budakku jangan aku yang kau perbudak.
            Wa mimma razaknahum yunfikuun, saya ingin menekankan harta kita yang sebenarnya adalah harta yang sudah kita belanjakan dijalan Allah. Yang kita simpan di bank, kita simpan dirumah, kita simpan di saku, harta kita sementara, besok dia kan pindah menjadi milik orang lain. Tapi yang kita belanjakan di jalan Allah itulah harta kita yang sebenarnya. Mari kita renungkan berapa banyak harta kita yang akan jadi milik kita sebenarnya. Yaitu yang sudah kita belanjakan dijalan Allah.
            Sedikit tausiah yang telah saya sampaikan, semoga dapat menjadikan manfaat bagi kita, meningkatkan iman kita, aaaaamiin.
            Akhirul kalam,

            Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tanda-Tanda Orang Beriman Oleh: Aditya Bayu Anggara

Tanda-Tanda Orang Beriman
Oleh: Aditya Bayu Anggara

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbil aalamina wassholatu wassalamu alaa ashrofil ambiya i wal mursalina wa alaa alihi washohbihii ajma’ina amma ba’du
            Puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga sampai saat ini kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal afiyat.
            Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berdiri disini untuk menyampaikan sedikit tausiah mengenai tanda-tanda orang beriman.
            Kawan-kawan muslimin muslimah yang berbahagia,
            Gajah diburu orang karena gadingnya, rusa menjadi indah karena tanduknya, dan badak dikejar orang karena culanya. Gajah yang tak bergading, rusa yang tak bertanduk bahkan badak yang tak bercula, segera kehilangan keindahannya. Demikian kalau ini kita pindahkan kedalam nila-nilai keimanan. Orang yang beriman dikenal karena ia punya ciri, punya tanda. Apa tandanya? Al-Anfal ayat 2 dan 3 menjelaskan itu.
            Innamal mukminun...  sesungguhnya yang benar-benar dinamakan orang beriman itu. Siapa mereka?
            Pertama, alladzina idza dzukkirallahu wajilat kulubuhum. Apabila disebut nama Allah bergetar hatinya. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya. Bagaimana ini bisa terjadi?  Dalam hidup, Allah memberikan satu hati kepada kita. Dihati yang cuma satu itu terkumpul berjuta rasa. Apa yang mengambil tempat terbesar dihati kita, itulah yang kalau disebut akan menggetarkan hati kita. Jadi kalau hati sepenuhnya, sebagian besar diisi harta, sebagian besar diisi jabatan, sebagian besar diisi dengan segala macam yang lain. Itu yang akan buat dia bergetar. Orang-orang yang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya, menggetarkan hatinya. Dari sini timbul sikap etika otonom, sekarang inipun ditekan orang,
            Hei, kamu korupsi ya?
            Biar aja.          
            Orang kan tau!
            Nggak apa-apa.
            Tuhan kan tau!
            Biarin, Tuhan tahu aja nggak ribut. Tapi kalau orang tahu, tiga orang saja tahu sudah ribut sudah geger.
            Tuhan nggak ribut katanya. Bagaimana mau menggetarkan hati seperti itu. Orang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah, sehingga saat disebut nama Allah bergetar dan pada gilirnya sanggup menggetarkan hati orang lain. Bukankah pada suatu saat ketika Rasul sedang tidur, datang orang kafir bernama Daksur menghunus pedang.
            Muhammad, kalau saya tebas batang lehermu siapa yang akan menolongmu sekarang?
Dengan tenang dan tegar Rasul menjawab : Allah yang akan menolong saya.
Mendengar nama Allah, Daksur gemetar, pedang jatuh diambil oleh Rasul.
Kalau sekarang saya balikkan pedang ini kelehermu, siapa yang akan menolongmu Daksur?
Ndak ada ya Rasul kecuali kalau kau mau memaafkan saya.
Diberikan pedang itu oleh Rasul. Jangan ulangi lagi perbuatanmu.
Dua sisi yang dapat diambil dari cerita ini. Pertama, bagaimana Rasul dengan mudah memaafkan orang yang nyata-nyata mau menghabisi jiwanya. Yang kedua, kalimat Allah yang diucapkan oleh Rasul yang batinnya bersih mampu menggetarkan hati Daksur. Menggetarkan hati orang lain.
            Yang kedua, wa idza dzuliyat alaihim ayatuhu zahadatum iimana. Orang beriman itu, kalau dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, bertambah keimanannya. Apa ayat-ayat Allah itu? Tanda-tanda Allah. Ada berapa ayat-ayat Allah itu? Ada dua. Pertama , ayat yang terucap oleh Allah, biasa kita sebut wahyu dan yang kedua, ayat yang tercipta oleh Allah yaitu alam semesta jagad raya ini. Adapun orang-orang yang beriman, melihat ayat Allah yang tercipta, membaca ayat Allah yang terucap, semakin bertambah imannya. Dia berdiri di tepi pantai, bukan main lautan luas terhampar biru membentang, ombak menghempas dari hilir ketepian. Kalau lautan saja begini hebat, apalagi yang bikin laut. Allahu Akbar, dia tidak memuji laut tapi dia memuji yang bikin itu laut. Bukan main gunung begitu tinggi menjulang ke angkasa, kalau gunung saja begini hebat, apalagi yang bikin gunung. Bukan main otak manusia, dengan ilmu dan teknologi nyaris tidak ada lagi yang menjadi rahasia dalam kehidupan ini. Kalau otak saja begini hebat, apalagi yang bikin otak. Dia tidak memuji otak, dia memuji yang bikin otak.
            Apapun yang dia saksikan, dia kembali kepada, rabbanaa maa khalaq tahadza baatila. Tuhan tidak satupun yang kau ciptakan ini yang sia-sia. Baik ayat Allah yang tercipta, alam semesta jagad raya, baik ayat Allah yang terucap, wahyu ini. Keduanya kalau dibacakan semakin menambah keimanannya. Kita pandai membaca ayat Allah yang terucap, sering kita hatam Al-Qur’an tapi kita kurang pandai dalam membaca ayat yang tercipta oleh Allah. Bumi ini ayat Allah, baca! Ada minyak, ada gas, batu bara, bagaimana membaca bumi? Pake ilmu geografi. Angkasa luar ayat Allah, baca! Bagaimana membaca angkasa luar? Dengan ilmu astronomi. Laut itu ayat Allah, ada minyak lepas pantai, ada mutiara, ada kekayaan-kekayaan didasar laut, baca! Bagaimana membacanya, pake ilmu oceanografi. Hasil dari kajian ini rabbanaa maa khalaq tahadza baatila semua yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia, semua ada manfaatnya. Semakin dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya semakin bertambah keimanannya. Kajiannya kepada alam semesta makin mendekatkan dia kepada Allah SWT.
            Yang ketiga, wa alaa rabbihim ya tawakkalun orang yang beriman itu berserah diri kepada Allah. Berserah diri artinya menyerahkan apa yang telah dilakukannya itu kepada Allah. Bukan belum-belum sudah terserah Tuhan saja, terserah Tuhan saja, bukan seperti itu. Tawakal itu bukan fase pertama, fase terakhir. Bekerja sebagaimana mestinya, bekerja secara profesional, pake teknologi yang sebaik-baiknya, setelah itu baru wa alaa rabbihim ya tawakkalun berdoa, mohon kepada Allah baru berserah diri kepada Allah sepenuhnya. Kalau dia berhasil dia tidak lupa diri, kalau dia gagal dia tidak putus asa. Bukan lalu kita jadi apatis, bukan lalu kita sebelum apa-apa kita terserah Tuhan, tidak! Wa alaa rabbihim yaa tawakkalun menyerahkan segala hasil usahanya kepada Allah SWT. Dari situ dia husnudzon, baik sangka kepada Allah. Kalau gagal cuma tertunda, kalau berhasil tidak lupa daratan. Dan husnudzon ini penting sebab kalau tidak kita, buruk sangka saja kita. Saya kan shalatnya rajin tapi rejeki kok seret bener sih, saya kan puasanya nggak bolong-bolong tapi kok udah mau lebaran nggak dapet THR sih.
            Ada seorang petani, selesai bekerja diladang, tidur, istirahat dibwah pohon beringin. Disebelah pohon beringin ada pohon semangka. Sambil menerawang sambil berfikir petani ini
            ”Ah, Tuhan kok tidak adil, beringin yang pohonnya besar buahnya kecil, semangka yang pohonnya kecil buahnya besar. Tidak adil ini, Tuhan bukan arsitek ulung. Mestinya supaya enak dilihat, beringin yang pohonnya besar buahnya juga besar sebesar buah semangka, semangka yang pohonnya kecil buahnya juga kecil sekecil buah beringin, ah  tidak adil Tuhan ini.”
Baru dia selesai berfikir Tuhan itu tidak adil, jatuh sebutir buah beringin itu tepat menimpa di hidungnya. Dia terkejut, astaghfirullah hal adzim, kalau begitu Tuhan itu benar-benar adil. Coba kalau buah beringin sebesar buah semangka, barusan jatuh menimpa hidung saya kayak apa potongan saya sekarang.
            Ayok kita jujur, kita kan dalam hidup sering begitu, satu menit yang lalu dia masih berkata kalau Tuhan itu tidak adil, satu menit kemudian, dia sudah berkata Tuhan itu benar-benar adil. Ini perlunya baik sangka kepada Allah SWT dan disitulah perlunya tawakal itu.
            Yang keempat, alladziina yukimuunasshalat orang beriman itu mendirikan shalat. Selalu kata-kata shalat bergandeng dengan kata-kata akimisshalat, dirikan! Bukan kerjakan. Saya ingin berkata, maaf, banyak diantara kita yang sudah mengerjakan shalat tapi belum mendirikan shalat. Sebab, mendirikan shalat artinya, mengerjakan shalat secara benar cukup syarat rukunnya, selesai shalat diterjemahkan dalam kehidupan, jadi ada kontinuitas ada kesinambungan. Kalau sekedar mengucap, mengerjakan saja, ya selesai pekerjaan selesai. Habis shalat maksiat lagi, habis sholat pelitnya jalan terus, habis shalat sombongnya gak pernah hilang. Beda dengan mendirikan, saat shalat takbiratul ihrom tangannya diangkat pandanganmu kebawah, ini filosofi. Artinya apa? Artinya agar saat kau diatas kau tidak lupa dengan yang ada dibawah. Kau sudah kaya ingat sama yang miskin. Kau sudah berkuasa lindungi rakyat jelata, kau sudah jadi orang alim, bimbing yang awwam. Shalat, berdiri arahkan pandanganmu ketempat sujud, ini mendirikan bukan sekedar mengerjakan.
            Orang yang beriman itu punya sandaran vertikal. Ini yang penting punya sandaran vertikal kepada Allah saja. Kalau kita bersandar kepada tiang, tiangnya runtuh, roboh, kita jatuh, kalau kita bersandar ke orang kaya, orangnya jatuh miskin kita selesai, bersandar kita kepada jenderal, dia pensiun kita tamat. Orang yang beriman, alladziina yukimuunasshalat, dia hanya bersandar kepada Allah saja. Kalau hidup sudah mulai kita gantungkan kepada yang lainnnya bersiaplah untuk kecewa, berharap tentu, bergantung hanya kepada Allah.
            Yang terakhir, wa mimma razaknahum yunfikuun orang yang beriman ini menginfakkan sebagian dari harta yang diberikan oleh Allah dijalan Allah. Dijadikannya harta itu sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Diperbudaknya harta bukan dia menjadi budaknya harta. Cari uang tapi sudah dapat, hai uang kau sudah jadi milikku, kau harus jadi budakku jangan aku yang jadi budak kau uang. Cari harta, harta karena kau milikku kau harus jadi budakku jangan aku yang kau perbudak.
            Wa mimma razaknahum yunfikuun, saya ingin menekankan harta kita yang sebenarnya adalah harta yang sudah kita belanjakan dijalan Allah. Yang kita simpan di bank, kita simpan dirumah, kita simpan di saku, harta kita sementara, besok dia kan pindah menjadi milik orang lain. Tapi yang kita belanjakan di jalan Allah itulah harta kita yang sebenarnya. Mari kita renungkan berapa banyak harta kita yang akan jadi milik kita sebenarnya. Yaitu yang sudah kita belanjakan dijalan Allah.
            Sedikit tausiah yang telah saya sampaikan, semoga dapat menjadikan manfaat bagi kita, meningkatkan iman kita, aaaaamiin.
            Akhirul kalam,

            Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tanda-Tanda Orang Beriman Oleh: Aditya Bayu Anggara

Tanda-Tanda Orang Beriman
Oleh: Aditya Bayu Anggara

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbil aalamina wassholatu wassalamu alaa ashrofil ambiya i wal mursalina wa alaa alihi washohbihii ajma’ina amma ba’du
            Puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga sampai saat ini kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal afiyat.
            Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berdiri disini untuk menyampaikan sedikit tausiah mengenai tanda-tanda orang beriman.
            Kawan-kawan muslimin muslimah yang berbahagia,
            Gajah diburu orang karena gadingnya, rusa menjadi indah karena tanduknya, dan badak dikejar orang karena culanya. Gajah yang tak bergading, rusa yang tak bertanduk bahkan badak yang tak bercula, segera kehilangan keindahannya. Demikian kalau ini kita pindahkan kedalam nila-nilai keimanan. Orang yang beriman dikenal karena ia punya ciri, punya tanda. Apa tandanya? Al-Anfal ayat 2 dan 3 menjelaskan itu.
            Innamal mukminun...  sesungguhnya yang benar-benar dinamakan orang beriman itu. Siapa mereka?
            Pertama, alladzina idza dzukkirallahu wajilat kulubuhum. Apabila disebut nama Allah bergetar hatinya. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya. Bagaimana ini bisa terjadi?  Dalam hidup, Allah memberikan satu hati kepada kita. Dihati yang cuma satu itu terkumpul berjuta rasa. Apa yang mengambil tempat terbesar dihati kita, itulah yang kalau disebut akan menggetarkan hati kita. Jadi kalau hati sepenuhnya, sebagian besar diisi harta, sebagian besar diisi jabatan, sebagian besar diisi dengan segala macam yang lain. Itu yang akan buat dia bergetar. Orang-orang yang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya, menggetarkan hatinya. Dari sini timbul sikap etika otonom, sekarang inipun ditekan orang,
            Hei, kamu korupsi ya?
            Biar aja.          
            Orang kan tau!
            Nggak apa-apa.
            Tuhan kan tau!
            Biarin, Tuhan tahu aja nggak ribut. Tapi kalau orang tahu, tiga orang saja tahu sudah ribut sudah geger.
            Tuhan nggak ribut katanya. Bagaimana mau menggetarkan hati seperti itu. Orang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah, sehingga saat disebut nama Allah bergetar dan pada gilirnya sanggup menggetarkan hati orang lain. Bukankah pada suatu saat ketika Rasul sedang tidur, datang orang kafir bernama Daksur menghunus pedang.
            Muhammad, kalau saya tebas batang lehermu siapa yang akan menolongmu sekarang?
Dengan tenang dan tegar Rasul menjawab : Allah yang akan menolong saya.
Mendengar nama Allah, Daksur gemetar, pedang jatuh diambil oleh Rasul.
Kalau sekarang saya balikkan pedang ini kelehermu, siapa yang akan menolongmu Daksur?
Ndak ada ya Rasul kecuali kalau kau mau memaafkan saya.
Diberikan pedang itu oleh Rasul. Jangan ulangi lagi perbuatanmu.
Dua sisi yang dapat diambil dari cerita ini. Pertama, bagaimana Rasul dengan mudah memaafkan orang yang nyata-nyata mau menghabisi jiwanya. Yang kedua, kalimat Allah yang diucapkan oleh Rasul yang batinnya bersih mampu menggetarkan hati Daksur. Menggetarkan hati orang lain.
            Yang kedua, wa idza dzuliyat alaihim ayatuhu zahadatum iimana. Orang beriman itu, kalau dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, bertambah keimanannya. Apa ayat-ayat Allah itu? Tanda-tanda Allah. Ada berapa ayat-ayat Allah itu? Ada dua. Pertama , ayat yang terucap oleh Allah, biasa kita sebut wahyu dan yang kedua, ayat yang tercipta oleh Allah yaitu alam semesta jagad raya ini. Adapun orang-orang yang beriman, melihat ayat Allah yang tercipta, membaca ayat Allah yang terucap, semakin bertambah imannya. Dia berdiri di tepi pantai, bukan main lautan luas terhampar biru membentang, ombak menghempas dari hilir ketepian. Kalau lautan saja begini hebat, apalagi yang bikin laut. Allahu Akbar, dia tidak memuji laut tapi dia memuji yang bikin itu laut. Bukan main gunung begitu tinggi menjulang ke angkasa, kalau gunung saja begini hebat, apalagi yang bikin gunung. Bukan main otak manusia, dengan ilmu dan teknologi nyaris tidak ada lagi yang menjadi rahasia dalam kehidupan ini. Kalau otak saja begini hebat, apalagi yang bikin otak. Dia tidak memuji otak, dia memuji yang bikin otak.
            Apapun yang dia saksikan, dia kembali kepada, rabbanaa maa khalaq tahadza baatila. Tuhan tidak satupun yang kau ciptakan ini yang sia-sia. Baik ayat Allah yang tercipta, alam semesta jagad raya, baik ayat Allah yang terucap, wahyu ini. Keduanya kalau dibacakan semakin menambah keimanannya. Kita pandai membaca ayat Allah yang terucap, sering kita hatam Al-Qur’an tapi kita kurang pandai dalam membaca ayat yang tercipta oleh Allah. Bumi ini ayat Allah, baca! Ada minyak, ada gas, batu bara, bagaimana membaca bumi? Pake ilmu geografi. Angkasa luar ayat Allah, baca! Bagaimana membaca angkasa luar? Dengan ilmu astronomi. Laut itu ayat Allah, ada minyak lepas pantai, ada mutiara, ada kekayaan-kekayaan didasar laut, baca! Bagaimana membacanya, pake ilmu oceanografi. Hasil dari kajian ini rabbanaa maa khalaq tahadza baatila semua yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia, semua ada manfaatnya. Semakin dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya semakin bertambah keimanannya. Kajiannya kepada alam semesta makin mendekatkan dia kepada Allah SWT.
            Yang ketiga, wa alaa rabbihim ya tawakkalun orang yang beriman itu berserah diri kepada Allah. Berserah diri artinya menyerahkan apa yang telah dilakukannya itu kepada Allah. Bukan belum-belum sudah terserah Tuhan saja, terserah Tuhan saja, bukan seperti itu. Tawakal itu bukan fase pertama, fase terakhir. Bekerja sebagaimana mestinya, bekerja secara profesional, pake teknologi yang sebaik-baiknya, setelah itu baru wa alaa rabbihim ya tawakkalun berdoa, mohon kepada Allah baru berserah diri kepada Allah sepenuhnya. Kalau dia berhasil dia tidak lupa diri, kalau dia gagal dia tidak putus asa. Bukan lalu kita jadi apatis, bukan lalu kita sebelum apa-apa kita terserah Tuhan, tidak! Wa alaa rabbihim yaa tawakkalun menyerahkan segala hasil usahanya kepada Allah SWT. Dari situ dia husnudzon, baik sangka kepada Allah. Kalau gagal cuma tertunda, kalau berhasil tidak lupa daratan. Dan husnudzon ini penting sebab kalau tidak kita, buruk sangka saja kita. Saya kan shalatnya rajin tapi rejeki kok seret bener sih, saya kan puasanya nggak bolong-bolong tapi kok udah mau lebaran nggak dapet THR sih.
            Ada seorang petani, selesai bekerja diladang, tidur, istirahat dibwah pohon beringin. Disebelah pohon beringin ada pohon semangka. Sambil menerawang sambil berfikir petani ini
            ”Ah, Tuhan kok tidak adil, beringin yang pohonnya besar buahnya kecil, semangka yang pohonnya kecil buahnya besar. Tidak adil ini, Tuhan bukan arsitek ulung. Mestinya supaya enak dilihat, beringin yang pohonnya besar buahnya juga besar sebesar buah semangka, semangka yang pohonnya kecil buahnya juga kecil sekecil buah beringin, ah  tidak adil Tuhan ini.”
Baru dia selesai berfikir Tuhan itu tidak adil, jatuh sebutir buah beringin itu tepat menimpa di hidungnya. Dia terkejut, astaghfirullah hal adzim, kalau begitu Tuhan itu benar-benar adil. Coba kalau buah beringin sebesar buah semangka, barusan jatuh menimpa hidung saya kayak apa potongan saya sekarang.
            Ayok kita jujur, kita kan dalam hidup sering begitu, satu menit yang lalu dia masih berkata kalau Tuhan itu tidak adil, satu menit kemudian, dia sudah berkata Tuhan itu benar-benar adil. Ini perlunya baik sangka kepada Allah SWT dan disitulah perlunya tawakal itu.
            Yang keempat, alladziina yukimuunasshalat orang beriman itu mendirikan shalat. Selalu kata-kata shalat bergandeng dengan kata-kata akimisshalat, dirikan! Bukan kerjakan. Saya ingin berkata, maaf, banyak diantara kita yang sudah mengerjakan shalat tapi belum mendirikan shalat. Sebab, mendirikan shalat artinya, mengerjakan shalat secara benar cukup syarat rukunnya, selesai shalat diterjemahkan dalam kehidupan, jadi ada kontinuitas ada kesinambungan. Kalau sekedar mengucap, mengerjakan saja, ya selesai pekerjaan selesai. Habis shalat maksiat lagi, habis sholat pelitnya jalan terus, habis shalat sombongnya gak pernah hilang. Beda dengan mendirikan, saat shalat takbiratul ihrom tangannya diangkat pandanganmu kebawah, ini filosofi. Artinya apa? Artinya agar saat kau diatas kau tidak lupa dengan yang ada dibawah. Kau sudah kaya ingat sama yang miskin. Kau sudah berkuasa lindungi rakyat jelata, kau sudah jadi orang alim, bimbing yang awwam. Shalat, berdiri arahkan pandanganmu ketempat sujud, ini mendirikan bukan sekedar mengerjakan.
            Orang yang beriman itu punya sandaran vertikal. Ini yang penting punya sandaran vertikal kepada Allah saja. Kalau kita bersandar kepada tiang, tiangnya runtuh, roboh, kita jatuh, kalau kita bersandar ke orang kaya, orangnya jatuh miskin kita selesai, bersandar kita kepada jenderal, dia pensiun kita tamat. Orang yang beriman, alladziina yukimuunasshalat, dia hanya bersandar kepada Allah saja. Kalau hidup sudah mulai kita gantungkan kepada yang lainnnya bersiaplah untuk kecewa, berharap tentu, bergantung hanya kepada Allah.
            Yang terakhir, wa mimma razaknahum yunfikuun orang yang beriman ini menginfakkan sebagian dari harta yang diberikan oleh Allah dijalan Allah. Dijadikannya harta itu sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Diperbudaknya harta bukan dia menjadi budaknya harta. Cari uang tapi sudah dapat, hai uang kau sudah jadi milikku, kau harus jadi budakku jangan aku yang jadi budak kau uang. Cari harta, harta karena kau milikku kau harus jadi budakku jangan aku yang kau perbudak.
            Wa mimma razaknahum yunfikuun, saya ingin menekankan harta kita yang sebenarnya adalah harta yang sudah kita belanjakan dijalan Allah. Yang kita simpan di bank, kita simpan dirumah, kita simpan di saku, harta kita sementara, besok dia kan pindah menjadi milik orang lain. Tapi yang kita belanjakan di jalan Allah itulah harta kita yang sebenarnya. Mari kita renungkan berapa banyak harta kita yang akan jadi milik kita sebenarnya. Yaitu yang sudah kita belanjakan dijalan Allah.
            Sedikit tausiah yang telah saya sampaikan, semoga dapat menjadikan manfaat bagi kita, meningkatkan iman kita, aaaaamiin.
            Akhirul kalam,
            Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tanda-Tanda Orang Beriman Oleh: Aditya Bayu Anggara

Tanda-Tanda Orang Beriman
Oleh: Aditya Bayu Anggara

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbil aalamina wassholatu wassalamu alaa ashrofil ambiya i wal mursalina wa alaa alihi washohbihii ajma’ina amma ba’du
            Puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga sampai saat ini kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal afiyat.
            Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berdiri disini untuk menyampaikan sedikit tausiah mengenai tanda-tanda orang beriman.
            Kawan-kawan muslimin muslimah yang berbahagia,
            Gajah diburu orang karena gadingnya, rusa menjadi indah karena tanduknya, dan badak dikejar orang karena culanya. Gajah yang tak bergading, rusa yang tak bertanduk bahkan badak yang tak bercula, segera kehilangan keindahannya. Demikian kalau ini kita pindahkan kedalam nila-nilai keimanan. Orang yang beriman dikenal karena ia punya ciri, punya tanda. Apa tandanya? Al-Anfal ayat 2 dan 3 menjelaskan itu.
            Innamal mukminun...  sesungguhnya yang benar-benar dinamakan orang beriman itu. Siapa mereka?
            Pertama, alladzina idza dzukkirallahu wajilat kulubuhum. Apabila disebut nama Allah bergetar hatinya. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya. Bagaimana ini bisa terjadi?  Dalam hidup, Allah memberikan satu hati kepada kita. Dihati yang cuma satu itu terkumpul berjuta rasa. Apa yang mengambil tempat terbesar dihati kita, itulah yang kalau disebut akan menggetarkan hati kita. Jadi kalau hati sepenuhnya, sebagian besar diisi harta, sebagian besar diisi jabatan, sebagian besar diisi dengan segala macam yang lain. Itu yang akan buat dia bergetar. Orang-orang yang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya, menggetarkan hatinya. Dari sini timbul sikap etika otonom, sekarang inipun ditekan orang,
            Hei, kamu korupsi ya?
            Biar aja.          
            Orang kan tau!
            Nggak apa-apa.
            Tuhan kan tau!
            Biarin, Tuhan tahu aja nggak ribut. Tapi kalau orang tahu, tiga orang saja tahu sudah ribut sudah geger.
            Tuhan nggak ribut katanya. Bagaimana mau menggetarkan hati seperti itu. Orang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah, sehingga saat disebut nama Allah bergetar dan pada gilirnya sanggup menggetarkan hati orang lain. Bukankah pada suatu saat ketika Rasul sedang tidur, datang orang kafir bernama Daksur menghunus pedang.
            Muhammad, kalau saya tebas batang lehermu siapa yang akan menolongmu sekarang?
Dengan tenang dan tegar Rasul menjawab : Allah yang akan menolong saya.
Mendengar nama Allah, Daksur gemetar, pedang jatuh diambil oleh Rasul.
Kalau sekarang saya balikkan pedang ini kelehermu, siapa yang akan menolongmu Daksur?
Ndak ada ya Rasul kecuali kalau kau mau memaafkan saya.
Diberikan pedang itu oleh Rasul. Jangan ulangi lagi perbuatanmu.
Dua sisi yang dapat diambil dari cerita ini. Pertama, bagaimana Rasul dengan mudah memaafkan orang yang nyata-nyata mau menghabisi jiwanya. Yang kedua, kalimat Allah yang diucapkan oleh Rasul yang batinnya bersih mampu menggetarkan hati Daksur. Menggetarkan hati orang lain.
            Yang kedua, wa idza dzuliyat alaihim ayatuhu zahadatum iimana. Orang beriman itu, kalau dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, bertambah keimanannya. Apa ayat-ayat Allah itu? Tanda-tanda Allah. Ada berapa ayat-ayat Allah itu? Ada dua. Pertama , ayat yang terucap oleh Allah, biasa kita sebut wahyu dan yang kedua, ayat yang tercipta oleh Allah yaitu alam semesta jagad raya ini. Adapun orang-orang yang beriman, melihat ayat Allah yang tercipta, membaca ayat Allah yang terucap, semakin bertambah imannya. Dia berdiri di tepi pantai, bukan main lautan luas terhampar biru membentang, ombak menghempas dari hilir ketepian. Kalau lautan saja begini hebat, apalagi yang bikin laut. Allahu Akbar, dia tidak memuji laut tapi dia memuji yang bikin itu laut. Bukan main gunung begitu tinggi menjulang ke angkasa, kalau gunung saja begini hebat, apalagi yang bikin gunung. Bukan main otak manusia, dengan ilmu dan teknologi nyaris tidak ada lagi yang menjadi rahasia dalam kehidupan ini. Kalau otak saja begini hebat, apalagi yang bikin otak. Dia tidak memuji otak, dia memuji yang bikin otak.
            Apapun yang dia saksikan, dia kembali kepada, rabbanaa maa khalaq tahadza baatila. Tuhan tidak satupun yang kau ciptakan ini yang sia-sia. Baik ayat Allah yang tercipta, alam semesta jagad raya, baik ayat Allah yang terucap, wahyu ini. Keduanya kalau dibacakan semakin menambah keimanannya. Kita pandai membaca ayat Allah yang terucap, sering kita hatam Al-Qur’an tapi kita kurang pandai dalam membaca ayat yang tercipta oleh Allah. Bumi ini ayat Allah, baca! Ada minyak, ada gas, batu bara, bagaimana membaca bumi? Pake ilmu geografi. Angkasa luar ayat Allah, baca! Bagaimana membaca angkasa luar? Dengan ilmu astronomi. Laut itu ayat Allah, ada minyak lepas pantai, ada mutiara, ada kekayaan-kekayaan didasar laut, baca! Bagaimana membacanya, pake ilmu oceanografi. Hasil dari kajian ini rabbanaa maa khalaq tahadza baatila semua yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia, semua ada manfaatnya. Semakin dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya semakin bertambah keimanannya. Kajiannya kepada alam semesta makin mendekatkan dia kepada Allah SWT.
            Yang ketiga, wa alaa rabbihim ya tawakkalun orang yang beriman itu berserah diri kepada Allah. Berserah diri artinya menyerahkan apa yang telah dilakukannya itu kepada Allah. Bukan belum-belum sudah terserah Tuhan saja, terserah Tuhan saja, bukan seperti itu. Tawakal itu bukan fase pertama, fase terakhir. Bekerja sebagaimana mestinya, bekerja secara profesional, pake teknologi yang sebaik-baiknya, setelah itu baru wa alaa rabbihim ya tawakkalun berdoa, mohon kepada Allah baru berserah diri kepada Allah sepenuhnya. Kalau dia berhasil dia tidak lupa diri, kalau dia gagal dia tidak putus asa. Bukan lalu kita jadi apatis, bukan lalu kita sebelum apa-apa kita terserah Tuhan, tidak! Wa alaa rabbihim yaa tawakkalun menyerahkan segala hasil usahanya kepada Allah SWT. Dari situ dia husnudzon, baik sangka kepada Allah. Kalau gagal cuma tertunda, kalau berhasil tidak lupa daratan. Dan husnudzon ini penting sebab kalau tidak kita, buruk sangka saja kita. Saya kan shalatnya rajin tapi rejeki kok seret bener sih, saya kan puasanya nggak bolong-bolong tapi kok udah mau lebaran nggak dapet THR sih.
            Ada seorang petani, selesai bekerja diladang, tidur, istirahat dibwah pohon beringin. Disebelah pohon beringin ada pohon semangka. Sambil menerawang sambil berfikir petani ini
            ”Ah, Tuhan kok tidak adil, beringin yang pohonnya besar buahnya kecil, semangka yang pohonnya kecil buahnya besar. Tidak adil ini, Tuhan bukan arsitek ulung. Mestinya supaya enak dilihat, beringin yang pohonnya besar buahnya juga besar sebesar buah semangka, semangka yang pohonnya kecil buahnya juga kecil sekecil buah beringin, ah  tidak adil Tuhan ini.”
Baru dia selesai berfikir Tuhan itu tidak adil, jatuh sebutir buah beringin itu tepat menimpa di hidungnya. Dia terkejut, astaghfirullah hal adzim, kalau begitu Tuhan itu benar-benar adil. Coba kalau buah beringin sebesar buah semangka, barusan jatuh menimpa hidung saya kayak apa potongan saya sekarang.
            Ayok kita jujur, kita kan dalam hidup sering begitu, satu menit yang lalu dia masih berkata kalau Tuhan itu tidak adil, satu menit kemudian, dia sudah berkata Tuhan itu benar-benar adil. Ini perlunya baik sangka kepada Allah SWT dan disitulah perlunya tawakal itu.
            Yang keempat, alladziina yukimuunasshalat orang beriman itu mendirikan shalat. Selalu kata-kata shalat bergandeng dengan kata-kata akimisshalat, dirikan! Bukan kerjakan. Saya ingin berkata, maaf, banyak diantara kita yang sudah mengerjakan shalat tapi belum mendirikan shalat. Sebab, mendirikan shalat artinya, mengerjakan shalat secara benar cukup syarat rukunnya, selesai shalat diterjemahkan dalam kehidupan, jadi ada kontinuitas ada kesinambungan. Kalau sekedar mengucap, mengerjakan saja, ya selesai pekerjaan selesai. Habis shalat maksiat lagi, habis sholat pelitnya jalan terus, habis shalat sombongnya gak pernah hilang. Beda dengan mendirikan, saat shalat takbiratul ihrom tangannya diangkat pandanganmu kebawah, ini filosofi. Artinya apa? Artinya agar saat kau diatas kau tidak lupa dengan yang ada dibawah. Kau sudah kaya ingat sama yang miskin. Kau sudah berkuasa lindungi rakyat jelata, kau sudah jadi orang alim, bimbing yang awwam. Shalat, berdiri arahkan pandanganmu ketempat sujud, ini mendirikan bukan sekedar mengerjakan.
            Orang yang beriman itu punya sandaran vertikal. Ini yang penting punya sandaran vertikal kepada Allah saja. Kalau kita bersandar kepada tiang, tiangnya runtuh, roboh, kita jatuh, kalau kita bersandar ke orang kaya, orangnya jatuh miskin kita selesai, bersandar kita kepada jenderal, dia pensiun kita tamat. Orang yang beriman, alladziina yukimuunasshalat, dia hanya bersandar kepada Allah saja. Kalau hidup sudah mulai kita gantungkan kepada yang lainnnya bersiaplah untuk kecewa, berharap tentu, bergantung hanya kepada Allah.
            Yang terakhir, wa mimma razaknahum yunfikuun orang yang beriman ini menginfakkan sebagian dari harta yang diberikan oleh Allah dijalan Allah. Dijadikannya harta itu sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Diperbudaknya harta bukan dia menjadi budaknya harta. Cari uang tapi sudah dapat, hai uang kau sudah jadi milikku, kau harus jadi budakku jangan aku yang jadi budak kau uang. Cari harta, harta karena kau milikku kau harus jadi budakku jangan aku yang kau perbudak.
            Wa mimma razaknahum yunfikuun, saya ingin menekankan harta kita yang sebenarnya adalah harta yang sudah kita belanjakan dijalan Allah. Yang kita simpan di bank, kita simpan dirumah, kita simpan di saku, harta kita sementara, besok dia kan pindah menjadi milik orang lain. Tapi yang kita belanjakan di jalan Allah itulah harta kita yang sebenarnya. Mari kita renungkan berapa banyak harta kita yang akan jadi milik kita sebenarnya. Yaitu yang sudah kita belanjakan dijalan Allah.
            Sedikit tausiah yang telah saya sampaikan, semoga dapat menjadikan manfaat bagi kita, meningkatkan iman kita, aaaaamiin.
            Akhirul kalam,

            Wassalamu’alaikum Wr. Wb.