Tanda-Tanda
Orang Beriman
Oleh:
Aditya Bayu Anggara
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah,
Alhamdulillahirabbil aalamina wassholatu wassalamu alaa ashrofil ambiya i wal
mursalina wa alaa alihi washohbihii ajma’ina amma ba’du
Puji syukur kehadirat Allah SWT
sehingga sampai saat ini kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di tempat
ini dalam keadaan sehat wal afiyat.
Terimakasih atas kesempatan yang
telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berdiri disini untuk
menyampaikan sedikit tausiah mengenai tanda-tanda orang beriman.
Kawan-kawan muslimin muslimah yang
berbahagia,
Gajah diburu orang karena gadingnya,
rusa menjadi indah karena tanduknya, dan badak dikejar orang karena culanya.
Gajah yang tak bergading, rusa yang tak bertanduk bahkan badak yang tak
bercula, segera kehilangan keindahannya. Demikian kalau ini kita pindahkan
kedalam nila-nilai keimanan. Orang yang beriman dikenal karena ia punya ciri,
punya tanda. Apa tandanya? Al-Anfal ayat 2 dan 3 menjelaskan itu.
Innamal
mukminun... sesungguhnya yang
benar-benar dinamakan orang beriman itu. Siapa mereka?
Pertama, alladzina idza dzukkirallahu wajilat kulubuhum. Apabila disebut
nama Allah bergetar hatinya. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya. Bagaimana
ini bisa terjadi? Dalam hidup, Allah
memberikan satu hati kepada kita. Dihati yang cuma satu itu terkumpul berjuta
rasa. Apa yang mengambil tempat terbesar dihati kita, itulah yang kalau disebut
akan menggetarkan hati kita. Jadi kalau hati sepenuhnya, sebagian besar diisi
harta, sebagian besar diisi jabatan, sebagian besar diisi dengan segala macam
yang lain. Itu yang akan buat dia bergetar. Orang-orang yang beriman sebagian
besar hatinya diisi oleh Allah. Nama Allah sanggup menggugah jiwanya,
menggetarkan hatinya. Dari sini timbul sikap etika otonom, sekarang inipun
ditekan orang,
Hei,
kamu korupsi ya?
Biar aja.
Orang kan tau!
Nggak apa-apa.
Tuhan kan tau!
Biarin, Tuhan tahu aja nggak ribut.
Tapi kalau orang tahu, tiga orang saja tahu sudah ribut sudah geger.
Tuhan nggak ribut katanya. Bagaimana
mau menggetarkan hati seperti itu. Orang beriman sebagian besar hatinya diisi
oleh Allah, sehingga saat disebut nama Allah bergetar dan pada gilirnya sanggup
menggetarkan hati orang lain. Bukankah pada suatu saat ketika Rasul sedang tidur,
datang orang kafir bernama Daksur menghunus pedang.
Muhammad, kalau saya tebas batang
lehermu siapa yang akan menolongmu sekarang?
Dengan
tenang dan tegar Rasul menjawab : Allah yang akan menolong saya.
Mendengar
nama Allah, Daksur gemetar, pedang jatuh diambil oleh Rasul.
Kalau
sekarang saya balikkan pedang ini kelehermu, siapa yang akan menolongmu Daksur?
Ndak
ada ya Rasul kecuali kalau kau mau memaafkan saya.
Diberikan
pedang itu oleh Rasul. Jangan ulangi lagi perbuatanmu.
Dua
sisi yang dapat diambil dari cerita ini. Pertama, bagaimana Rasul dengan mudah
memaafkan orang yang nyata-nyata mau menghabisi jiwanya. Yang kedua, kalimat
Allah yang diucapkan oleh Rasul yang batinnya bersih mampu menggetarkan hati
Daksur. Menggetarkan hati orang lain.
Yang kedua, wa idza dzuliyat alaihim ayatuhu zahadatum iimana. Orang beriman
itu, kalau dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, bertambah keimanannya. Apa
ayat-ayat Allah itu? Tanda-tanda Allah. Ada berapa ayat-ayat Allah itu? Ada
dua. Pertama , ayat yang terucap oleh Allah, biasa kita sebut wahyu dan yang
kedua, ayat yang tercipta oleh Allah yaitu alam semesta jagad raya ini. Adapun
orang-orang yang beriman, melihat ayat Allah yang tercipta, membaca ayat Allah
yang terucap, semakin bertambah imannya. Dia berdiri di tepi pantai, bukan main
lautan luas terhampar biru membentang, ombak menghempas dari hilir ketepian.
Kalau lautan saja begini hebat, apalagi yang bikin laut. Allahu Akbar, dia
tidak memuji laut tapi dia memuji yang bikin itu laut. Bukan main gunung begitu
tinggi menjulang ke angkasa, kalau gunung saja begini hebat, apalagi yang bikin
gunung. Bukan main otak manusia, dengan ilmu dan teknologi nyaris tidak ada
lagi yang menjadi rahasia dalam kehidupan ini. Kalau otak saja begini hebat,
apalagi yang bikin otak. Dia tidak memuji otak, dia memuji yang bikin otak.
Apapun yang dia saksikan, dia
kembali kepada, rabbanaa maa khalaq
tahadza baatila. Tuhan tidak satupun yang kau ciptakan ini yang sia-sia.
Baik ayat Allah yang tercipta, alam semesta jagad raya, baik ayat Allah yang
terucap, wahyu ini. Keduanya kalau dibacakan semakin menambah keimanannya. Kita
pandai membaca ayat Allah yang terucap, sering kita hatam Al-Qur’an tapi kita
kurang pandai dalam membaca ayat yang tercipta oleh Allah. Bumi ini ayat Allah,
baca! Ada minyak, ada gas, batu bara, bagaimana membaca bumi? Pake ilmu
geografi. Angkasa luar ayat Allah, baca! Bagaimana membaca angkasa luar? Dengan
ilmu astronomi. Laut itu ayat Allah, ada minyak lepas pantai, ada mutiara, ada
kekayaan-kekayaan didasar laut, baca! Bagaimana membacanya, pake ilmu
oceanografi. Hasil dari kajian ini rabbanaa
maa khalaq tahadza baatila semua yang diciptakan Allah tidak ada yang
sia-sia, semua ada manfaatnya. Semakin dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya
semakin bertambah keimanannya. Kajiannya kepada alam semesta makin mendekatkan
dia kepada Allah SWT.
Yang ketiga, wa alaa rabbihim ya tawakkalun orang yang beriman itu berserah diri
kepada Allah. Berserah diri artinya menyerahkan apa yang telah dilakukannya itu
kepada Allah. Bukan belum-belum sudah terserah Tuhan saja, terserah Tuhan saja,
bukan seperti itu. Tawakal itu bukan fase pertama, fase terakhir. Bekerja sebagaimana
mestinya, bekerja secara profesional, pake teknologi yang sebaik-baiknya,
setelah itu baru wa alaa rabbihim ya
tawakkalun berdoa, mohon kepada Allah baru berserah diri kepada Allah
sepenuhnya. Kalau dia berhasil dia tidak lupa diri, kalau dia gagal dia tidak
putus asa. Bukan lalu kita jadi apatis, bukan lalu kita sebelum apa-apa kita
terserah Tuhan, tidak! Wa alaa rabbihim
yaa tawakkalun menyerahkan segala hasil usahanya kepada Allah SWT. Dari
situ dia husnudzon, baik sangka kepada Allah. Kalau gagal cuma tertunda, kalau
berhasil tidak lupa daratan. Dan husnudzon ini penting sebab kalau tidak kita,
buruk sangka saja kita. Saya kan shalatnya rajin tapi rejeki kok seret bener
sih, saya kan puasanya nggak bolong-bolong tapi kok udah mau lebaran nggak
dapet THR sih.
Ada seorang petani, selesai bekerja
diladang, tidur, istirahat dibwah pohon beringin. Disebelah pohon beringin ada
pohon semangka. Sambil menerawang sambil berfikir petani ini
”Ah, Tuhan kok tidak adil, beringin
yang pohonnya besar buahnya kecil, semangka yang pohonnya kecil buahnya besar.
Tidak adil ini, Tuhan bukan arsitek ulung. Mestinya supaya enak dilihat, beringin
yang pohonnya besar buahnya juga besar sebesar buah semangka, semangka yang
pohonnya kecil buahnya juga kecil sekecil buah beringin, ah tidak adil Tuhan ini.”
Baru
dia selesai berfikir Tuhan itu tidak adil, jatuh sebutir buah beringin itu
tepat menimpa di hidungnya. Dia terkejut, astaghfirullah
hal adzim, kalau begitu Tuhan itu benar-benar adil. Coba kalau buah beringin
sebesar buah semangka, barusan jatuh menimpa hidung saya kayak apa potongan
saya sekarang.
Ayok kita jujur, kita kan dalam
hidup sering begitu, satu menit yang lalu dia masih berkata kalau Tuhan itu
tidak adil, satu menit kemudian, dia sudah berkata Tuhan itu benar-benar adil.
Ini perlunya baik sangka kepada Allah SWT dan disitulah perlunya tawakal itu.
Yang keempat, alladziina yukimuunasshalat orang beriman itu mendirikan shalat.
Selalu kata-kata shalat bergandeng dengan kata-kata akimisshalat, dirikan!
Bukan kerjakan. Saya ingin berkata, maaf, banyak diantara kita yang sudah
mengerjakan shalat tapi belum mendirikan shalat. Sebab, mendirikan shalat
artinya, mengerjakan shalat secara benar cukup syarat rukunnya, selesai shalat
diterjemahkan dalam kehidupan, jadi ada kontinuitas ada kesinambungan. Kalau
sekedar mengucap, mengerjakan saja, ya selesai pekerjaan selesai. Habis shalat
maksiat lagi, habis sholat pelitnya jalan terus, habis shalat sombongnya gak
pernah hilang. Beda dengan mendirikan, saat shalat takbiratul ihrom tangannya
diangkat pandanganmu kebawah, ini filosofi. Artinya apa? Artinya agar saat kau
diatas kau tidak lupa dengan yang ada dibawah. Kau sudah kaya ingat sama yang
miskin. Kau sudah berkuasa lindungi rakyat jelata, kau sudah jadi orang alim,
bimbing yang awwam. Shalat, berdiri arahkan pandanganmu ketempat sujud, ini
mendirikan bukan sekedar mengerjakan.
Orang yang beriman itu punya
sandaran vertikal. Ini yang penting punya sandaran vertikal kepada Allah saja.
Kalau kita bersandar kepada tiang, tiangnya runtuh, roboh, kita jatuh, kalau
kita bersandar ke orang kaya, orangnya jatuh miskin kita selesai, bersandar
kita kepada jenderal, dia pensiun kita tamat. Orang yang beriman, alladziina yukimuunasshalat, dia hanya
bersandar kepada Allah saja. Kalau hidup sudah mulai kita gantungkan kepada
yang lainnnya bersiaplah untuk kecewa, berharap tentu, bergantung hanya kepada
Allah.
Yang terakhir, wa mimma razaknahum yunfikuun orang yang beriman ini menginfakkan
sebagian dari harta yang diberikan oleh Allah dijalan Allah. Dijadikannya harta
itu sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Diperbudaknya harta bukan dia menjadi
budaknya harta. Cari uang tapi sudah dapat, hai uang kau sudah jadi milikku,
kau harus jadi budakku jangan aku yang jadi budak kau uang. Cari harta, harta
karena kau milikku kau harus jadi budakku jangan aku yang kau perbudak.
Wa
mimma razaknahum yunfikuun, saya ingin menekankan harta kita yang
sebenarnya adalah harta yang sudah kita belanjakan dijalan Allah. Yang kita
simpan di bank, kita simpan dirumah, kita simpan di saku, harta kita sementara,
besok dia kan pindah menjadi milik orang lain. Tapi yang kita belanjakan di
jalan Allah itulah harta kita yang sebenarnya. Mari kita renungkan berapa
banyak harta kita yang akan jadi milik kita sebenarnya. Yaitu yang sudah kita
belanjakan dijalan Allah.
Sedikit tausiah yang telah saya
sampaikan, semoga dapat menjadikan manfaat bagi kita, meningkatkan iman kita,
aaaaamiin.
Akhirul
kalam,
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.