Puisi dari
Seekor Ulat
Karya: Aditya Bayu Anggara
Kata
orang, aku lahir dari kupu-kupu itu
Itu
berarti aku, aku adalah seekor ulat sahaja
Kata
orang, kupu-kupu itu tiada layak jadi ibuku
Karena
ibu tiada harus terbang menelantarkanku dinaungi sepotong daun
Kataku,
aku tak ada peduli dengan kata mereka
Layaknya
mereka tak pernah peduli padaku, tidak juga pada ibuku
Ketika
tertatih dalam hujan penuh perih dalam hati
Segerombol
hidung bercoret arang menyeret ibuku pergi
Menikmati
indahnya tubuh itu diatas tanah lapang yang dingin
Tidak
satu, dua, tapi berjuta rasa sakit ibu rasakan dalam hati
Tak
ada uluran tangan ketika semua derita itu terjadi
Bahkan
Tuhan pun kehilangan kekuasaan-Nya sejauh ibu rasakan perih ini
Kata orang, Tuhan ada dimana-mana
Tidak! Tuhan itu kejam! Tuhan pilih kasih!
Tuhan hanya menolong orang kaya dan berduit saja
Yang semua kemewahannya didapat dari menjajah orang
lain
Atau Tuhan lebih mencintai para koruptor?
Yang bebas melenggang keluar masuk penjara meski
status mereka adalah tahanan
Disuatu
malam yang dingin lagi sepi, di tanah lapang yang berbeda
Disanalah
ibu melahirkan aku seorang diri
Dan
aku lahir tanpa tangisan sebagaimana layaknya tangisan seorang bayi
Karena
aku tahu, yang dibutuhkannya bukanlah tangisan
Melainkan
seulas senyum dari bibir mungilku
Tibalah saatnya aku terkapar karena terserang panas
tinggi karena lapar
Air susu pun tak pernah mengalir dari puting ibuku
Ibu bingung, ibu datangi rumah-rumah orang terhormat
itu
Anakku butuh susu! Kumohon tolonglah! Satu kali ini
saja
Namun tiada kata, semua pintu itu tetaplah terkunci
Hingga akhirnya ibu memberikan tubuh indahnya untuk
ditukar dengan lembaran rupiah
Hanya untuk sekaleng susu
Seketika
itu cap yang dulu hanya cibiran dari mulut-mulut berbisa
Kini
terpaksa melekat erat dalam dirinya
Setiap
kali aku bertanya tentang apa yang dikerjakannya
Ini
jawabnya , “jasad ini hanyalah tempat
singgah dari siapa diri Ibu yang sebenarnya, nak. Dunia ini fana, dunia ini
palsu. Ibumu adalah apa yang ada didalam jasad yang akan membusuk nanti. Ibumu
yang sebenarnya, yang meski jasad ini tekubur dalam tanah, akan selalu ada
untukmu.”
Tak ada bingkisan kado yang mampu kuberikan untuknya
Tapi hanya sebuah senyuman dan tawa tanpa ada air
mata
Itu yang selalu ingin aku persembahkan untuknya
Karena bukan tangis dan airmata yang Ibu butuhkan
setiap saat
Tapi seulas senyum dan tawa lepas yang mampu
meruntuhkan semua perih dari luka yang ada
Ibu, aku sayang Ibu...
#Puisi ini terinspirasi dari sebuah cerpen berjudul "Pelacur itu Ibuku.." di www.temukata.worpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar