Senin, 10 November 2014

Puisi dari Seekor Ulat Karya: Aditya Bayu Anggara

Puisi dari Seekor Ulat
Karya: Aditya Bayu Anggara

Kata orang, aku lahir dari kupu-kupu itu
Itu berarti aku, aku adalah seekor ulat sahaja
Kata orang, kupu-kupu itu tiada layak jadi ibuku
Karena ibu tiada harus terbang menelantarkanku dinaungi sepotong daun
Kataku, aku tak ada peduli dengan kata mereka
Layaknya mereka tak pernah peduli padaku, tidak juga pada ibuku
                   Ketika tertatih dalam hujan penuh perih dalam hati
                   Segerombol hidung bercoret arang menyeret ibuku pergi
                   Menikmati indahnya tubuh itu diatas tanah lapang yang dingin
                   Tidak satu, dua, tapi berjuta rasa sakit ibu rasakan dalam hati
                   Tak ada uluran tangan ketika semua derita itu terjadi
                   Bahkan Tuhan pun kehilangan kekuasaan-Nya sejauh ibu rasakan perih ini
Kata orang, Tuhan ada dimana-mana
Tidak! Tuhan itu kejam! Tuhan pilih kasih!
Tuhan hanya menolong orang kaya dan berduit saja
Yang semua kemewahannya didapat dari menjajah orang lain
Atau Tuhan lebih mencintai para koruptor?
Yang bebas melenggang keluar masuk penjara meski status mereka adalah tahanan
                   Disuatu malam yang dingin lagi sepi, di tanah lapang yang berbeda
                   Disanalah ibu melahirkan aku seorang diri
                   Dan aku lahir tanpa tangisan sebagaimana layaknya tangisan seorang bayi
                   Karena aku tahu, yang dibutuhkannya bukanlah tangisan
                   Melainkan seulas senyum dari bibir mungilku
Tibalah saatnya aku terkapar karena terserang panas tinggi karena lapar
Air susu pun tak pernah mengalir dari puting ibuku
Ibu bingung, ibu datangi rumah-rumah orang terhormat itu
Anakku butuh susu! Kumohon tolonglah! Satu kali ini saja
Namun tiada kata, semua pintu itu tetaplah terkunci
Hingga akhirnya ibu memberikan tubuh indahnya untuk ditukar dengan lembaran rupiah
Hanya untuk sekaleng susu
                   Seketika itu cap yang dulu hanya cibiran dari mulut-mulut berbisa
                   Kini terpaksa melekat erat dalam dirinya
                   Setiap kali aku bertanya tentang apa yang dikerjakannya
                   Ini jawabnya , “jasad ini hanyalah tempat singgah dari siapa diri Ibu yang sebenarnya, nak. Dunia ini fana, dunia ini palsu. Ibumu adalah apa yang ada didalam jasad yang akan membusuk nanti. Ibumu yang sebenarnya, yang meski jasad ini tekubur dalam tanah, akan selalu ada untukmu.”
Tak ada bingkisan kado yang mampu kuberikan untuknya
Tapi hanya sebuah senyuman dan tawa tanpa ada air mata
Itu yang selalu ingin aku persembahkan untuknya
Karena bukan tangis dan airmata yang Ibu butuhkan setiap saat
Tapi seulas senyum dan tawa lepas yang mampu meruntuhkan semua perih dari luka yang ada
Ibu, aku sayang Ibu...


#Puisi ini terinspirasi dari sebuah cerpen berjudul "Pelacur itu Ibuku.." di www.temukata.worpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar