Selasa, 15 Juli 2014

Meningkatkan Ketakwaan oleh Abay



Assalamualaikum wr. Wb.


Alhamdulillah, alhamdulillahirabbil alaamin wabihii nastainu ala umuriddunya wadin wassholatu wassalamu ala ashrofil anbiya i wal mursalin sayyidina wa maulana muhammadin wa alaa alihii wa shohbihi ajmaiina amma ba’du.


Yang saya terhormat bapak ibu dewan juri.


Yang saya hormati bapak ibu pendamping, serta teman-teman peserta pentas pendidikan agama islam yang saya sayangi.


Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kita sehingga kita dapat berkumpul disini dalam keadaan sehat wal afiyat. Tak lupa shalawat serta salam selalu kita sanjungkan kepada nabi besar, baginda Rasulullah saw. Semoga kita kelak mendapatkan syafaatnya di yaumul kiyamah. Aaaaamiin.


Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya. Saya disini akan menyampaikan sedikit uraian mengenai meningkatkan ketakwaan.


Saudara-saudaraku seiman setanah air. Pada kesempatan yang mulia sekarang ini, mari kita guyah hati untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dalam arti yang sebenar-benarnya, yaitu senantiasa berupaya untuk menjalankan perintah-perintah agama dan menjauhi larangan-larangan-Nya dalam kehidupan sehari-hari kita, dengan upaya ini, insya Allah, kita akan dapat hidup dengan baik, tentram dan damai di dunia sampai akhirat nanti.


ُاوْلَئِكَ عَلى هُدًى مِنْ رَبِهِمْ وَاُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ


“Orang-orang yang bertakwa itu mendapatkan petunjuk dari tuhan mereka dan mereka adalah orang-orang yang beruntung”.


Mengapa kita perlu bertaqwa, memperkokoh dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah; di antara alasannya ialah firman Allah dalam surat ali- Imran ayat 102:

Hai orang- orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar- benar takwa kepada-Nya dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan mu slim (berserah diri kepada Allah).
Kemudian terdapat dalam surat al- Hujurat ayat 13; Allah berfirman:

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Dari firman Allah tersebut, Allah menjelaskan perlunya bertaqwa itu yaitu dapat menjalani kehidupan dengan baik dan menjadi kunci utk mendapatkan keselamatan dan kebahagian hidup di dunia dan akhirat; kemudian takwa menjadi ukuran kemuliaan seseoran di sisi Allah dan menurut pandangan manusia.


Dalam bertakwa kita harus sepenuhnya jangan setengah-setengah. Jangan kalau bulan ramadhan raja kita jadi orang yang takwa. Tapi dilanjutkan bahkan harus ditingkatkan seterusnya. Kita itu harus jadi muslim beneran, jangan muslim musiman. Kalau kalau pas musim saja, yaitu musim sandal. Setahun dua kali atau sekali kemesjid itu aja pas shalat ied, ya emang niatnya shalat ied, salah satunya. Habis itu pulang dia bawa-bawa hadist, bawa-bawa ayat. Yang salah satunya


“yang baik dibawa, yang jelek di tinggal”, hadist itu diterapkan ke sandal. Eh sandalnya jelek pergi kemasjid ditinggal, ambil sandal orang yang baik dibawa pulang. Yang seperti itu namanya muslim musiman. Satu lagi, kita sebagai ummat islam kan sudah dijelaskan dalam al-qur’an bahwasannya kita ini adalah kuntun khoiru ummatan , umat-umat terbaik. Tapi, kalau anda-anda yang hadir disini ini saya tanya, kita kemarin dateng disini naik apa? Nah kalo, honda itu buatan negara mana? Suzuki? Toyota? Avanza? Tapi kalo sate? Bakso? Cimol? Nah, mungkinkah kita bukan kuntum khoiru ummatan tapi kuntum ummatan badokan? J padahal di indonesia ini sebagian besar muslim, sebagian besar beragama islam tapi kenapa kok kalah dengan bangsa-bangsa lain yang minoritas muslim?


Bahkan untuk saat ini sementara negara-negara lain, misalnya Amerika disana makin banyak muallaf, muallaf semakin hari semakin bertambah. Sementara di negara kita malah makin banyak murtadzin, makin banyak yang murtad dengan alasan yang sepele, mudah dipancing, naudzubillahi min dzalik. Kalau orang Amerika ada pengeboman hotel jw mariot mereke mempelajari, oh kenapa kalo pengeboman itu dilakukan oleh orang muslim untuk orang yahudi, dll pada hari itu tidak ada sama sekali orang-orang yahudi di dalam sana? Mungkinkah itu rekayasa sayajuga kurang tau. Tapi setelah mereka mempelajari kasus itu, sekarang banyak diantara warga AS yang masuk Islam.


Bahkan sekarang di dalam gedung putih sudah ada masjid. Saya mau cerita pengalaman saya. Saya pernah mau masuk di masjid di gedung putih itu. Tinggal 5 langkah saja jaraknya dari saya. Begitu saya melangkah kedepan, eh mati lampu Tvnya mati. Yaudah pintunya hilang. Hehhe, apa yang dapat kita pelajari dari itu? Apakah kita kala? Saya tidak tau tapi yang pasti kita harus meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.


Bagaimana cara meningkatkan ketakwaan itu? Caranya adalah sebagai berikut.


Melakukan Muhasabah


Melakukan muhasabah (mengevaluasi diri) terkait dengan kondisi keimanan dan ketakwaan sangat penting dilakukan. Muhammad Nu’man Yasin dalam Al-Imanmenyatakan bahwa hal terpenting yang harus dilakukan setiap Muslim adalah memelihara dan menghisab dirinya: adakah imannya bertambah ataukah berkurang; dan hendaknya ia meneliti, jika imannya berkurang, apa yang harus dilakukan untuk menguatkannya.


Abu Darda mengatakan, “Di antara tanda kefaqihan (kepahaman tentang Islam) seseorang adalah apabila ia memelihara imannya dan menambalnya jika bekurang.” Maimun bin Mahran (Said Hawwa, 2004) menjelaskan, “Seorang hamba tidak termasuk golongan muttaqin sehingga dia menghisab dirinya lebih keras ketimbang muhasabahnya terhadap orang lain.” Evaluasi kondisi keimanan Anda. Jika saat ini merasa malas untuk ke masjid, lemah dalam tilawah, gampang marah, dan sebagainya, segeralah mengambil tindakan untuk memperbaiki diri.


Menambah Ilmu


Benarlah yang dikatakan Muhammad Nu’man Yasin bahwa ilmu merupakan jalan untuk meningkatkan iman dan ma’rifah. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita tidak memupus semangat kita dalam menambah ilmu. Mendatangi majelis-majelis ilmu, seperti majelis taklim, kajian rutin, kuliah subuh, kultum ba’da shalat maghrib tidak sekedar berpahala tetapi sekaligus mampu meningkatkan kualitas keimanan seseorang. Tentu termasuk di dalamnya membaca buku dan berdiskusi secara makruf.


Begitu banyak sarana menambah ilmu yang dapat diperoleh, hanya saja sayang – selama ini – kita lebih banyak dihinggapi rasa malas. Kajian-kajian di banyak masjid serta toko buku dan perpustakaan begitu dekat dengan tempat kita tinggal. Alangkah indahnya jika semua itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas iman kita. Hidupkanlah majelis-majelis ilmu di sekitar rumah Anda. Berduyun-duyunlah ke masjid bersama keluarga, sehingga lingkungan Anda menjadi semarak dan bergairah terhadap ilmu. Allah SWT menyatakan, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah, dari para hamba-Nya, adalah orang-orang yang berilmu.” (Qs. Faathir [35]:28).


Meningkatkan Amal Shalih dan Ketaatan


Memperbanyak amal shalih akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Sekali kita bermalas-malasan untuk shalat berjamaah di masjid, misalnya, maka lambat laun tindakan ini akan menggiring kita pada kemalasan-kemalasan yang lain. Sebaliknya, bersemangatlah untuk melakukan amal shalih, lalu perhatikan, dalam waktu yang tidak lama kita akan bersemangat pula untuk melakukan amal shalih lainnya.


Susunlah program rutin beserta target-targetnya. Misalnya, program rutin: tilawah Al-Quran ½ juz perhari dan shalat berjamaah di masjid. Program pekanan: tahajud 3x perpekan, mengikuti pembinaan keislaman (halaqoh/taklim), dan sebagainya. Langkah ini dilakukan untuk memperteguh semangat kita dalam beramal shalih dan meningkatkan ketaatan kepada Allahta’ala.


Menjauhkan Diri dari Hal-hal yang Subhat dan Berdosa


Seorang Muslim sangat menjaga hidupnya agar tidak melakukan kemaksiatan sekecil apapun. Mereka berusaha maksimal agar terjauh dari perkara-perkara subhat dan dosa. Dari Athiyah bin ‘Urwah As-Sa’dy ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang tidak bisa mencapai tingkatan muttaqin (orang-orang yang bertakwa), sebelum ia meninggalkan semua yang tidak berdosa karena khawatir terjerumus pada sesuatu yang berdosa.” (HR. Tirmidzi).


Begitulah tradisi yang dilakukan para sahabat Rasulullah. Jangankan yang sangat jelas dilarang, sesuatu yang tidak berdosa, tetapi dikhawatirkan dapat menjerumuskan ke dalam perbuatan dosa pun ditinggalkannya. Sikap yang dimiliki Muslim, ungkap Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam Halal wa Haram fil Islam adalah sikap wara’ (berhati-hati karena takut berbuat haram). Setiap Muslim diharuskan untuk menjauhkan diri dari masalah yang masih subhat. Cara semacam ini termasuk upaya menutup jalan berbuat maksiat (saddud dzara’i).


Mengingat Kematian


Mengingat kematian sebenarnya mampu meningkatkan ketakwaan kita. Kesadaran bahwa waktu yang kita miliki di dunia ini terbatas, bahkan tidak bisa ditentukan kapan habisnya, mendorong kita untuk bersiap-siap setiap saat dengan ibadah yang terbaik. Itulah sebabnya, Rasulullah SAW mengingatkan tentang perkara ini. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Perbanyaklah kalian untuk mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu maut!” (HR. Tirmidzi).


Bencana demi bencana yang melanda negeri ini semestinya menjadikan kita semakin mendekat kepada Allah. Setiap saat ketentuan Allah dapat terjadi pada diri kita. Sebuah penyesalan yang sangat besar ketika kematian itu didekatkan, kita belum mempersiapkan dengan sebaik-baiknya. Marilah kita jadikan lingkungan kita sarat dengan ketaatan kepada Allah, agar bencana itu dijauhkan dari kita. Dan seandainya, bencana itu teramat dekat, kita telah bersiap diri secara maksimal dengan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.


Bersahabat dengan Orang-orang Shalih


Selain langkah-langkah di atas, kita dapat melakukan langkah-langkah lain, antara lain berkumpul bersama orang-orang shalih. Teman memberikan pengaruh besar dalam diri seseorang. Oleh karena itu, bergaullah dengan orang-orang shalih, yang memiliki ketaatan kepada Allah luar biasa. Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang shalih dan berilmu akan memberikan manfaat yang besar dalam meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Jika kita mencermati sejarah kenabian, kita akan menemukan bahwa kebiasaan berkumpul dengan orang-orang shalih dan berilmu merupakan kebiasaan para sahabat Rasulullah.


Imam An-Nawawi dalam kitab Riyadus-Shalihin memuat sebuah hadits yang menunjukkan kebiasaan ini. Dari Abu Wail Syaqiq bin Salamah, ia berkata: “Setiap hari Kamis, Ibnu Mas’ud ra. biasa memberi nasihat kepada kami. Waktu itu ada yang usul: ‘Wahai Abu Abdurrahman, saya lebih senang apabila kamu mau menasehati kami setiap hari.’ Ibnu Mas’ud menjawab, ‘Sebenarnya saya bisa memberi nasihat setiap hari. Hanya saja, saya khawatir kalau kalian menjadi bosan. Saya sengaja membatasinya sebagaimana Rasulullah SAW. melakukannya kepada kami. Beliau juga khawatir kalau kami merasa bosan.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Marilah kita simak penuturan Harm bin Hayyan, seorang ahli ibadah yang menjadi pegawai Umar bin Khathab, “Tiada seorang hamba yang mendekatkan hatinya kepada Allah, melainkan Allah akan mendekatkan hati orang-orang beriman kepadanya sampai ia mendapatkan kasih sayang mereka.” Berkumpullah dengan orang-orang shalih yang menghiasi setiap pertemuan mereka dengan kebaikan dan ilmu. Dengan cara demikian, insya Allah, kita akan terjaga dan terbina.Dari orang-orang seperti merekalah kita akan memperoleh banyak manfaat. Insya Allah.


Demikian yang dapat saya sampaikan, jika ada kekurangan dan kesalahan, maka itu datangnya dari diri saya sendiri, untuk itu saya mohon maaf. Dan apabila ada kebenarannya maka itu datangnya dari Alloh semata.


Akhirul kalam, wabillahitaufiq wal hidayat


Wassalamualaikum wr. Wb.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar